🐳 Kematian Di Ruang Icu
Satupenelitian menunjukkan bahwa lebih dari separuh pasien yang dirawat di ICU memiliki risiko kematian yang sangat rendah selama mereka tinggal di rumah sakit. Itulah beberapa kondisi yang memerlukan perawatan di ruang ICU. Bila sakit yang Anda alami sifatnya ringan, alih-alih perawatan intensif, Anda mungkin akan direkomendasikan untuk
angkakematian akibat stroke dan tingginya kejadian stroke berulang di Indonesia (Sinaga & Sembiring, 2019). Stroke dapat menyebabkan beberapa dampak yaitu depresi, demensia dan dirawat di ruangan ICU RSUD Kanjuruhan Kabupaten Malang. Pada saat dilakukan pengkajian didapatkan pasien mengalami penurunan kesadaran, GCS E3 V2 M5, terpasang
Presiden Barcelona, Joan Laporta, pernah menyebut Barcelona sudah mati saat dirinya kembali memimpin tim.Namun, di bawah komandonya, Barcelona disebut telah pindah ke ruang ICU, lalu
PURWOREJO Radar Bromo - Rencana manajemen RSUD dr R Soedarsono Kota Pasuruan untuk merehab ruang ICU tahun ini terus dimatangkan. Rumah sakit pelat merah ini menargetkan ruangan yang terletak di dekat ruang OK Central lama ini ditargetkan bisa rampung pada Desember. Sehingga akhir tahun ini sudah bisa difungsikan.
Lebihlanjut, Ulul memaparkan dari data POGI diketahui sebanyak 4,5 persen dari total jumlah ibu hamil yang terkonfirmasi positif Covid-19 itu membutuhkan perawatan di ruang ICU. Dan yang lebih membuat miris lagi, 3 persen dari ibu hamil yang positif COVID-19 meninggal dunia.
PengalamanTak Terlupakan di Ruang ICU. Author - Unknown Date - 19.11 cerita misteri hantu. Begini ceritanya, Waktu itu saya sedang kerja sift malam, sekitar jam 3 dini hari rasanya mata ini mulai terasa berat, ngantuk banget, lalu saya bikin segelas kopi, berharap bisa melek ni mata, cz kerjaan masih menumpuk.
Sangbupati yakni Eka Supria Atmaja dikabarkan meninggal dunia Minggu (11/7/2021) sekitar pukul 21.30 WIB. Sebelum meninggal dunia, Bupati Eka dinyatakan positif Covid-19 dan mendapat perawatan di ruang ICU Rumah Sakit Siloam Kelapa Dua Tangerang. "Innalillahi wa innailaihi rajiun.
beradadi Intensive Care Unit adalah pasien yang mengalami penyakit yang serius, sehingga perlu perawatan secara intensif. Kondisi tersebut dapat mempengaruhi kondisi psikis, sosial, dan spiritualitas klien. Pasien yang berada di ruang ICU umumnya merasa ketakutan terhadap nyeri fisik, ketidaktahuan, dan kematian.
Cerebraldi Ruang ICU RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. 4 Penulis mampu melakukan tindakan keperawatan pada Tn.T dan Ny.W yang mengalami Stroke Hemoragik dengan Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Cerebral mengalami Stroke Hemoragik dengan Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Cerebral di Ruang ICU RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten.
KasusKematian Pasien Covid Banyak Terjadi Saat Antre di ICU
Cikarang Bekasi (ANTARA) - Dinas Kesehatan Kabupaten Bekasi, Jawa Barat mencatat ruang Intensive Care Unit (ICU) di rumah sakit rujukan pasien COVID-19 saat ini tersisa 25 kamar. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bekasi Sri Enny Mainiarti mengatakan dari total 78 ruang ICU yang tersebar di 49 rumah sakit rujukan pasien COVID-19, 53 di antaranya telah terisi.
TRIBUNPEKANBARUCOM, DUMAI- Ruang ICU dan isolasi biasa bagi pasien Covid-19 di RSUD Dumai telah penuh.Bahkan dalam satu kamar seharusnya satu orang sudah diisi dua orang. Angka kematian terus bertambah. Covid-19 di kota Dumai, telah mengkhawatirkan, disamping masih terus mengalami peningkatan jumlah pasien positif Covid-19, angka Kematian trus bertambah setiap harinya.
JZ6bQRR. Bekerja di ruang intensif dapat menjadi trauma bagi tenaga keperawatan. Perawat ruang intensif berulangkali dihadapkan dengan keadaan kritis dan kematian pasien. Seringkali juga terlibat dalam merawat pasien dengan keadaan terminal, yang dimana kemungkinan pasien meninggal. Berbagai upaya perawat menghadapi permasalahan yang komplek di ruang intensif. Penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi ini bertujuan memperoleh informasi yang mendalam tentang pengalaman perawat dalam memberikan asuhan keperawatan dengan kondisi pasien krirtis di ruang intensif. Studi kualitatif dengan pendekatan fenomenologi digunakan dalam studi ini. Partisipan akan dipilih sesuai dengan kreteria penelitian, wawancara mendalam setelah mendapat persetujuan dari partisipan. Wawancara formal tidak berstruktur akan dilakukan sebanyak dua kali dan selanjutnya dilakukan analisa dengan teknik analisis spesifik dengan menggunakan pendekatan analisis selektif dan focusing. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free 1 PROPOSAL RISET STUDI FENOMENOLOGI PENGALAMAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN KRITIS DI RUANG INTENSIF Setiyo Adi Nugroho Universitas Nurul Jadid, setiyo Ringkasan Bekerja di ruang intensif dapat menjadi trauma bagi tenaga keperawatan. Perawat ruang intensif berulangkali dihadapkan dengan keadaan kritis dan kematian pasien. Seringkali juga terlibat dalam merawat pasien dengan keadaan terminal, yang dimana kemungkinan pasien meninggal. Berbagai upaya perawat menghadapi permasalahan yang komplek di ruang intensif. Penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi ini bertujuan memperoleh informasi yang mendalam tentang pengalaman perawat dalam memberikan asuhan keperawatan dengan kondisi pasien krirtis di ruang intensif. Studi kualitatif dengan pendekatan fenomenologi digunakan dalam studi ini. Partisipan akan dipilih sesuai dengan kreteria penelitian, wawancara mendalam setelah mendapat persetujuan dari partisipan. Wawancara formal tidak berstruktur akan dilakukan sebanyak dua kali dan selanjutnya dilakukan analisa dengan teknik analisis spesifik dengan menggunakan pendekatan analisis selektif dan focusing. Kata kunci Perawat, Kritis, Ruang Intensif 2 Bab 1 Pendahuluan 1. Latar Belakang Akhir dari kehidupan adalah kematian, tidak akan bisa dihindari kematian bagi setiap manusia. Di Amerika Serikat, sekitar 2,5 juta orang meninggal setiap tahunnya, lebih dari 60% dari kematian ini terjadi di rumah sakit, dan setengah dari kematian tersebut terjadi di perawatan ICU Espinosa, Young, Symes, Haile, & Walsh, 2010. Sehingga, di Amerika Serikat menjadi perhatian yang paling utama dalam memberikan perawatan yang tepat bagi pasien kritis di rumah sakit Kirchhoff et al., 2000. Angka kematian diruang Intensif berkisar dari 15 sampai 30%, tergantung kasus yang terjadi. Selain itu, sekitar 20% pasien meninggal setelah keluar dari ruang ICU Whiteley, Bodenham, & Bellamy, 2010. Kematian yang terjadi diruang ICU bukanlah hal yang mudah, beberapa studi yang dikutip dari penelitian Beckstrand & Kirchhoff, 2005; Elpern, Covert, & Kleinpell, 2005 melaporkan merawat pasien yang kritis dan pasien yang tidak bisa diharapkan kesembuhannya serta keluarga pasien menjadi factor stress bagi perawat dalam melakukan perawatan. Sementara itu, pemberi layanan kesehatan lainnya hanya berkunjung sesaat dan kemudian meninggalkan pasien. Permasalahan kematian di ruang intensif begitu komplek. Salah satu diantaranya dikarenakan sterilisasi lingkungan, sehingga kematian di ruang Intensif menjadi kematian yang tidak berperasaan Smith, 2000. Sementara menurut Dawson 2008 menyatakan bahwa tim perawatan kritis kurang siap dalam memberikan perawatan paliatif walaupun banyak pasien terminal yang memiliki gejala akut Sibbald, Downar, & Hawryluck, 2007. Dinyatakan oleh Faber-Langendoen dan Lanken 2000 Kurangnya perhatian perawatan paliatif care diruang intensif disebabkan Fokus perawatan di ruang intensif banyak digunakan dalam hal penyelamatan pasien cure seperti melakukan tindakan pemasangan ventilator dan resusitasi Stevens, Jackson, & Milligan, 2009. 3 Perawatan ruang Intensif sering kali memberikan pengobatan yang sia-sia, dimana hanya sedikit harapan pasien dapat sembuh Sibbald et al., 2007, Hadders 2007 menyatakan pengobatan yang sia-sia tersebut menyebabkan pasien meninggal dengan cara tidak bermartabat. Hal lainya juga, seringkali perawatan intensif melanggar integritas pasien dalam pengambilan keputusan medis Stevens et al., 2009. Bukan hanya kepada pasien melainkan juga kepada keluarga pasien Heyland, Rocker, O’Callaghan, Dodek, & Cook, 2003; Kirchhoff et al., 2002. Meninggal secara damai dan bermartabat merupakan tujuan utama dalam perawatan paliatif, untuk itu pentingnya asuhan keperawatan paliatif care di ruang intensif. Dalam melakukan perawatan paliatif di ruang Intensif, perawat sering mengalami konfik keyakinan sebagai penyedia layanan keperawatan mandiri dan advocad bagi pasien, dibandingkan peran perawat sebagai asisten yang hanya melaksanakan tindakan berdasarkan perintah dokter, pengalaman ini sering dialami dan dirasakan oleh perawat Calvin, Lindy, & Clingon, 2009. Berdasarkan sebuah studi Beckstrand & Kirchhoff, 2005; Elpern et al., 2005 Diantara petugas kesehatan yang lainnya, hanya perawat disamping pasien selama 24 jam, akan tetapi perawat merasakan distress moral dalam melakukan merawat pasien kritis. Tekanan moral perawat yang bekerja di unit perawatan intensif dianggap sebagai hal yang unik dan tidak proporsional dengan apa yang dialami perawat Elpern et al., 2005. Sejumlah penelitian telah melaporkan pengalaman-pengalaman perawat dalam memberikan asuhan perawatan paliatif di ruang intensif dari Negara Amerika dan Afrika selatan Calvin et al., 2009; Espinosa et al., 2010; Kirchhoff et al., 2000; Naidoo & MN, 2014. Sementara itu, di Indonesia masih sangat sedikit informasi tentang pengalaman perawat intensif dalam memberikan perawatan palitiatif diruang intensif. Sementara banyak penelitian keperawatan kepada pasien palliatif di lain ruang instensif, dengan berbagai permasalahan yang komplek diruang intensif tentunya berbeda dengan yang lain. 4 2. Rumusan Masalah Meneliti pengalaman perawat di ruang intensif dalam memberikan pelayanan perawatan paliatif pada pasien kritis sangatlah penting. Hal tersebut dikarenakan, bekerja di ruang intensif dapat menjadi trauma bagi tenaga keperawatan. Perawat ruang intensif berulangkali dihadapkan dengan keadaan kritis dan kematian pasien. Seringkali juga terlibat dalam merawat pasien dengan keadaan terminal, yang dimana kemungkinan pasien meninggal. Perawat ruang intensif seringkali mengalami stress dengan merawat pasien dengan keadaan kritis. Menurut Alspach 2006 ruang lingkup praktek keperawatan di ruang intensif diartikan adanya interaksi yang dinamis antara pasien dengan perawat, hal tersebut menyebabkan timbulnya emosi yang kuat seperti kemarahan, frustasi, ataupun tidak suka pada perawat Naidoo & MN, 2014. Kematian dan keadaan kritis pasien menyebabkan gangguan psikologis yang kompleks bagi perawat. seringnya berurusan dengan isu-isu mengerikan dan menyedihkan seperti kematian pasien dan keadaan yang kritis pasien merupakan tantangan tersendiri. Dan juga perawat sering dihadapkan dengan perasaan belum optimalnya tindakan keperawatan mandiri yang dilakukan. Selain itu, belum banyaknya penelitian yang dilakukan di Indonesia tentang pengalaman perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami keadaan kritis di ruang intensif. Padahal sejumlah penelitian di Amerika dan Afrika Selatan menjadi perhatian penelitian. Akan tetapi lain daerah lain permasalahan, dikarenakan berlainan lingkungan social dan budaya. Oleh karena itu, masalah penelitian ini dirumuskan dengan dua pertanyaan, yaitu 1 Apa pengalaman perawat dalam menghadapi kematian dan keadaan kritis pasien di ruang intensif ?. 2 Bagaimana tindakan tan perawat dalam menghadapi berbagai tantangan dalam memberikan asuhan keperawatan di ruang intensif? 3. Tujuan 1. Mendiskripsikan dan menginterpretasikan pengalaman-pengalaman serta apa yang terjadi pada perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dalam keadaan kritis di ruang intensif. 5 2. Mengungkapkan arti dari pengalaman perawat tersebut dalam menjalani selama memberikan asuhan keperawatan. 3. Memahami kebutuhan perawat di ruang intensif dan bagaimana perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan ada pasien dalam keadaan kritis. 4. Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat dalam memberikan wawasan, informasi dan pemahaman perawat khususnya perawat yang bertugas diruang intensif dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dalam keadaan kritis atau iruang intensif. Pada gilirannya studi ini memberikan pemahaman yang lebih luas dan dalam bagi perawat kritis maupun medical bedah tentang apa yang terjadi sebenarnya pada perawat dalam memberikan asuhan keperawatan diruang intensif dan bagaimana persepsi perawat tentang pemberian asuhan keperawatan pasien dengan keadaan kritis atau menghadapi kematian diruang intensif. 6 Bab 2 Tinjauan Literatur Kematian dan pasien sekarat di ruang ICU merupakan fenomena yang universal. Kematian dan sekarat adalah proses yang tak terelakkan dalam lingkungan ICU. Pasien dirawat di ICU bisa mati dari berbagai diagnosa atau komplikasi tersebut. Kematian di ICU kadang-kadang dapat tak terduga, ketika pasien meninggal mendadak setelah trauma, setelah sakit yang berlangsung lama, penarikan dukungan hidup atau sebagai akibat dari kematian otak Naidoo & MN, 2014. Penelitian yang dilakukan oleh Kirchhoff dan Beckstrand 2005 mengungkapkan bahwa sebagian besar pasien intensif, bergantung pada tenaga profesinal baik medis maupun paramedis untuk menjadi sumber kenyamanan dan informasi selama masa end of life. Penulis juga menyampaikan bahwa, tenaga medis maupun perawat merupakan komponen penting dalam perawatan end of life di ruang ICU Beckstrand & Kirchhoff, 2005. Kegiatan keperawatan di ICU menciptakan lingkungan yang penuh kasih, mendukung dan terapi untuk pasien, dengan tujuan utama adalah mempromosikan kenyamanan dan penyembuhan dan mencegah penderitaan yang tidak perlu.. Sehingga perawat berperan penting dalam pengambilan keputusan etis di ruang Instensif seperti meninggal dengan bermartabat, penghentian alat bantu hidup, dan masalah kualitas hidup pasien Naidoo & MN, 2014. Kematian di ruang Intensif dikenal sebagai kematian yang tidak berperasaan dikarenakan sterilisasi lingkungan Smith, 2000. Permasalahan lainnya yaitu perawatan ruang Intensif sering kali memberikan pengobatan yang sia-sia, dimana hanya sedikit harapan pasien dapat sembuh Sibbald et al., 2007, Hadders 2007 menyatakan pengobatan yang sia-sia tersebut menyebabkan pasien meninggal dengan cara tidak bermartabat. Hal lainya juga, seringkali perawatan intensif melanggar integritas pasien dalam pengambilan keputusan medis Stevens et al., 2009. Ada juga bukti dukungan yang buruk bagi keluarga pasien yang meninggal di ICU Kirchhoff et al., 2002 dan seringkali mereka tidak sepenuhnya terlibat dalam pengambilan keputusan pengobatan. Bahkan penelitian yang dilakukan Lind, Lorem, Nortvedt, & Hevroy, 2012 tanggapan 7 keluarga pasien penunggu merasa kesepian dan ketidakpastian dikarenakan perawat jarang komunikasi seperti kabur dari pertanyaan keluarga pasien. Sebuah studi yang dilakukan oleh Dracup dan Bryan-Brown 2005 2 pada kematian dan sekarat di ICU mengungkapkan bahwa masalah end of life di ICU di antara masalah yang paling serius yang dihadapi Nursing dan profesi medis. Sementara banyak perhatian terfokus pada perawatan kritis peran perawat untuk membantu orang lain pada akhir-of-life atau proses kematian, sedikit perhatian diberikan untuk perawatan perawat kritis psikologis, budaya, dan spiritual kesejahteraan ketika berhadapan dengan masalah kematian dan sekarat atau end-of-life Naidoo & MN, 2014. Dalam melakukan perawatan paliatif di ruang Intensif, perawat sering mengalami konfik keyakinan sebagai penyedia layanan keperawatan mandiri dan advocad bagi pasien, dibandingkan peran perawat sebagai asisten yang hanya melaksanakan tindakan berdasarkan perintah dokter, pengalaman ini sering dialami dan dirasakan oleh perawat Calvin et al., 2009. Senada penelitian yang dilakukan Espinosa et al., 2010 menyampaikan perawat mengalami hambatan dalam memberikan asuhan keperawatan di ruang intensive diantaranya kurangnya keterlibatan dalam rencana perawatan, potensial konflik antara model medis dan nursing, perselisihan dokter dengan tim kesehatan lainnya, masalalah pengobatan yang sia-sia pada pasien, harapan yang tidak realistic dari keluarga pasien, dan kurangnya pengalaman dan pendidikan. Asuhan Keperawatan mempunyai peranan yang sangat penting dalam menciptakan pengalaman untuk menghadapi kematian dengan damai peaceful end of life. Perawat melakukan pengkajian dan menginterpretasikan isyarat yang mereflesikan pengalaman seseorang dalam menghadapi kematian dan mengintervensi dengan tepat untuk memperoleh atau mempertahankan pengalaman yang damai. Bahkan sekalipun pasien yang akan menghadapi kematian dengan keadaan tidak dapat komunikasi verbal. Menurut salah satu ahli teori keperawatan Shirley M. Moore, teori Peaceful End Of Life, menyatakan bahwa perawat integral akhir dari ketenangan hidup meliputi, kebebasan dari sakit, dukungan emosional, kedekatan dan keikutsertaan pada kenyataan lain yang berpengaruh, dan perlakuan dengan empati dan hormat Alligood, 2014. 8 Perawat perlu memainkan peran dalam memberikan perawatan pada pasien sekarat maupun menjelang kematian di ruang intensif. hal ini dikemukakan Adams, Bailey, Anderson, & Docherty, 2011 ada tiga peranan penting dalam perawatan end of life diruang intensif yaitu perantara informasi, supporter, dan tetapi sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang dipaparkan diatas banyak hal fenomena hambatan perawat dalam memainkan peranannya dalam memberikan asuhan keperawatanya. Banyak penelitian yang dilakukan diluar negeri baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Di Indonesia belum ditemukan perenelitian terkait. Penting dilakukan penelitian pengalaman di Indonesia terkait dengan pengalaman perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pasien dengan menghadapi kematian diruang Intensif. 9 Bab 3 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi, yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang pengalaman hidup yang dilihat dari sudut pandang orang yang diteliti Creswell, 2014. Dalam studi ini yang dipelajari pengalaman perawat intensif dalam memberikan asuhan keperawatan pasien keadaan kritis dan menghadapi kematian pasien intensif. metode ini menitikberatkan pada arti kematian dan keadaan kritis pasien bagi perawat. Sedangkan fenomena yang mendasarinya seringnya perawat diruang intensif terpapar dengan keadaan pasien yang kritis dan menghadapi kematian pasien, menjadi tekanan bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan. Dengan pendekatan fenomenologi diperoleh gambaran secara menyeluruh tentang perawat dalam menghadapi keadaan kritis dan kematian di ruang intensif. Melalui pendekatan ini juga, peneliti mampu memahami makna dari tindakan perawat dalam menghadapi keadaan kritis dan kematian di ruang intensif. 1. Partisipan Metode dengan fenomenologi memungkinkan peneliti menyeleksi karakteristik partisipan yang heterogen untuk lebih memperdalam pemahaman terhadap fenomena yang diteliti Afiyanti & Rachmawati, 2014; Creswell, 2014. Rekrutmen partisipan dilakukan dengan cara purposive sampling Creswell, 2014. Kreteria penelitian ini adalah a. Perawat di ruang intensif yang telah bekerja lebih dari 1 tahun b. Dapat menceritakan dengan lancar tentang pengalaman selama memberikan asuhan Keperawatan kepada pasien yang menghadapi kematian dan kritis diruang intensif. Streubert & Carpenter 1999 berpendapat kreteria ini penting dipenuhi oleh partisipan untuk tujuan penyampaian pengetahuan dan informasi tentang fenomena yang ada Afiyanti & Rachmawati, 2014 c. Menjadi perawat tetap di ruang intensif RSU. Dr. Moh. Saleh Probolinggo dan menyatakan kesediaanya untuk ikut terlibat dalam studi ini. 10 Focus penelitian kualitatif pada kedalaman dan proses, jumlah partisipan pada penelitian ini 3-15 partisipan sampai terkumpul data yang jenuh atau data yang telah tersaturasi. Semua partisipan dapat berperan serta dari awal pengambilan data sampai selesai penelitian dan tidak ada partisipan yang mengundurkan diri Creswell, 2014. Untuk memilih partisipan, peneliti dibantu oleh Kepala Ruangan Intensif. Kepala ruangan bertanggung jawab kepada para calon partisipan untuk menerangkan secara singkat tentang studi ini. Juga menanyakan tentang persetujuan mereka untuk ikut dalam studi ini. Kemudian kepala ruangan memberikan nama-nama calon partisipan dan menunjukan kepada peneliti. Setelah itu peneliti menjalin hubungan kedekatan dengan para calon partisipan dengan melakukan kunjungan di ruangan. Peneliti menerangkan secara terperinci tentang studi yang dilakukan dan meminta persetujuan mereka untuk ikut dalam studi ini termasuk izin merekam. Seluruh pernyataan partisipan dengan mendapatkan tanda tangan mereka pada lembar persetujuan mengikuti penelitian ini. Peneliti menjawab jika terdapat pertanyaan yang diajukan partisipan. Selanjutnya, para partisipan diminta peneliti untuk menentukan waktu dan tempat untuk melakukan wawancara sesuai dengan keinginan mereka dengan tujuan membuat mereka nyaman ketika menceritakan pengalaman-pengalaman mereka. 2. Proses Pengumpulan Data Data dari studi ini dikumpulakan melalui wawancara yang mendalam dengan partisipan. Wawancara formal tidak berstruktur digunakan sebagai metode utama pengumpulan data. Hal ini merupakan metode pengumpulan data yang sesuai dalam studi fenomenologi. Dengan pertanyaan-pertanyaan spesifik dari studi ini yang tidak berstruktur, peneliti dan para partisipan berada pada suatu diskusi yang tidak berstruktur dalam usaha untuk lebih memperjelas suatu arti dari suatu pengalaman Afiyanti & Rachmawati, 2014. Peneliti melakukan wawancara dengan tiap partisipan sebanyak dua kali. Peneliti membantu para partisipan dalam mendiskripsikan pengalaman-pengalaman mereka 11 tanpa memimpin diskusi tersebut. untuk meningkatkan akurasi pengumpulan data, peneliti menggunakan teknik wawancara terbuka-tertutup, merekam wawancara, dan membuat transkrip verbatim kata demi kata. Sebagai tambahan, peneliti juga membuat catatan lapangan field notes. Sebelum melakukan wawancara, data demografi partisipan dikumpulkan. Informasi ini berguna untuk memberikan gambaran singkat tentang pastisipan. Selain itu juga, peneliti berusaha mensuppresi segala hal yang diketahui dan dialami tentang peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pasien kondisi kritis bracketing process. Wawancara pertama dirancang untuk mendapatkan berbagai perasaan dan pikiran partisipan berkaitan dengan pengalamannya dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan keadaan kritis atau menjelang kematian pasien di ruang intensif. Mula-mula partisipan diberikan kesempatan untuk mendiskripsikan pengalaman-pengalaman mereka tanpa instrupsi. Jika diperlukan, peneliti mengunakan pertanyaan-pertanyaan sesuai pedoman wawancara untuk membantu partisipan lebih memfokuskan aspek-aspek penting dari pengalamannya. Pertanyaan-pertanyaan tersebut dibuat peneliti berpedoman pada berbagai literature yang ada, dan aspek penting untuk mendapatkan suatu pengalaman pribadi seseorang berhubungan dengan studi fenomenologi van manen, 1997 dalam Afiyanti & Rachmawati, 2014. Wawancara ini memerlukan waktu sekitar 60-90 menit. Para pastisipan diwawancara secara pribadi dan semua wawancara akan direkam atas izin dari partisipan, lalu hasil wawancara tersebut dibuat dalam bentuk suatu transkrip wawancara yaitu dalam bentuk diskripsi tekstual untuk digunakan dalam analisis data. Selama wawancara peneliti juga membutuhkan untuk mengadopsi perilaku terbuka, berparsipasi, dan memiliki rasa empati kepada partisipan, tujuannya memperoleh berbagai pengetahuan yang nyata dari berbagai pengalaman partisipan dan dapat membantu memberikan bimbingan kepada partisipan dalam mendiskripsikan pengalamannya. Wawancara kedua dilakukan setelah semua data dari hasil wawancara pertama dibuat dalam suatu transkrip data dan peneliti telah mengidentifikasi kemungkinan berbagai tema sementara dari berbagai pengalaman yang didiskripsikan para 12 partisipan. Selama wawancara ini, partisipan diminta untuk mengkonfirmasi tema-tema yang sementara dihasilkan berhubungan dengan pengalaman mereka berdasarkan hasil interpretasi data yang dibuat peneliti, dan pada kesempatan ini pula peneliti dapat membuat perbaikan atau koreksi jika terdapat gap dari data yang diperoleh pada wawancara pertama. Sebagai tambahan, wawancara kedua juga penting dilakukan untuk memberikan kesempatan pada para partisipan melakukan verifikasi, memperluas dan menambahkan keakuratan data dari studi ini. Pada saat ini pula para partisipan dapat menambahkan deskripsi tentang berbagai pengalaman mereka setelah wawancara pertama. Wawancara kedua memerlukan waktu sekitar 60 menit dan dengan ijin partisipan, semua wawancara kedua direkam. Untuk kompilasi dan verifikasi data, peneliti mendengarkan hasil rekaman wawancara sambil membacakan hasil transkrip untuk keakuratan dan memberikan koreksi jika terdapat kesalahan. Langkah ini membantu peneliti untuk lebih mengenal diri peneliti sendiri dan memulai untuk menyenangi hasil data ynag telah diperoleh peneliti Streubert & Carperter, 1999 dalam Afiyanti & Rachmawati, 2014. 3. Analisis Data Analisis data dilakukan setiap selesai mengumpulkan data dari satu partisipan. Hasil analisis dapat mengarahkan pada proses selanjutnya. Transkrip-transkrip dari hasil wawancara dan catatan-catatan lapangan field notes yang telah dibuat peneliti secara bersamaan dianalisis. Teknik analisis spesifik dengan menggunakan pendekatan analisis selektif dan focusing the selective or highlighting approach yang telah di uraikan oleh seorang fenomenologis, Van Manen 1997, telah digunakan dalam analisis studi ini untuk mengungkap dan mengisolasikan berbagai aspek tematik dari fenomena-fenomena yang disoroti dalam studi ini. Teknik ini dimulai dengan mendengarkan bernagai diskripsi verbal partisipan dari hasil rekaman yang diperoleh dan diikuti dengan membaca tiap teks-teks tersebut secara berulang-ulang secara seksama. Setelah itu peneliti mencari, menentukan, dan menggarisbawahi pernyataan-pernyataan atau prase-prase yang signifikan, yang tampaknya menjadi essense-essense spesifik yang mengandung arti dalam mewakili deskripsi para partisipan dari pengalaman atau fenomena memberikan asuhan 13 keperawatan kritis diruang intensive. Kemudian peneliti menentukan hubungan tema-tema esensial di antara pernyataan-pernyataan yang signifikan dari pengalaman-pengalaman para partisipannya. Sebagai langkah terakhir, peneliti mempersiapkan tema-tema esensial yang merupakan suatu deskripsi paling terakhir dari fenomena yang terjadi an exhaustive description of the phenomenom yang menentukan deskripsi paling sempurna pengalaman-pengalaman para partisipan dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien sekarat dan meghadapi kematian diruang intensif. Alur analisis data dengan teknik analisis spesifik dengan menggunakan pendekatan analisis selektif dan focusing The selective or highlighting approach dai vanManen 1997 dalam Afiyanti & Rachmawati, 2014. 14 DAFTAR PUSTAKA Adams, J. a., Bailey, D. E., Anderson, R. a., & Docherty, S. L. 2011. Nursing Roles and Strategies in End-of-Life Decision Making in Acute Care A Systematic Review of the Literature. Nursing Research and Practice, 2011, 1–15. doi Afiyanti, Y., & Rachmawati, I. N. 2014. Metodologi Penelitian Kualitatif dalam Riset Keperawatan 1st ed.. Jakarta Rajawali Pers. Alligood, M. R. 2014. Nursing Theorists and Their Work 8th ed.. St. Louis, Missouri Mosby Elsevier Inc. Beckstrand, R. L., & Kirchhoff, K. T. 2005. PROVIDING END - OF -LIFE CARE TO PATIENTS Critical Care Nurse’ Perceived Obstacles and Supportive Behaviors. American Journal of Critical Care, 145, 395–403. Calvin, A. O., Lindy, C. M., & Clingon, S. L. 2009. The cardiovascular intensive care unit nurse’s experience with end-of-life care a qualitative descriptive study. Intensive & Critical Care Nursing The Official Journal of the British Association of Critical Care Nurses, 254, 214–20. doi Elpern, E. H., Covert, B., & Kleinpell, R. 2005. MORAL DISTRESS OF STAFF NURSES IN A MEDICAL INTENSIVE CARE UNIT. American Journal of Critical Care, 146, 523. Espinosa, L., Young, A., Symes, L., Haile, B., & Walsh, T. 2010. ICU Nurses ’ Experiences in Providing Terminal Care. Critical Care Nurs Q, 333, 273–281. Heyland, D. K., Rocker, G. M., O’Callaghan, C. J., Dodek, P. M., & Cook, D. J. 2003. Dying in the ICU Perspectives of family members. Chest, 1241, 392. Kirchhoff, K. T., Spuhler, V., Walker, L., Hutton, A., Cole, B. V., & Clemmer, T. 2000. Intensive care nurses ’ experiences with end-of-life care. American Journal of Critical Care, 91, 36. Kirchhoff, K. T., Walker, L., Hutton, A., Spuhler, V., Cole, B. V., & Clemmer, T. 2002. The vortex Families ’ experiences with death in the intensive care unit. American Journal of Critical Care, 11May, 200. Lind, R., Lorem, G. F., Nortvedt, P., & Hevroy, O. 2012. Intensive care nurses’ involvement in the end-of-life process - perspectives of relatives. Nursing Ethics, 195, 666–676. doi 15 Naidoo, V., & MN, S. 2014. Experiences of Critical Care Nurses of Death and Dying in an Intensive Care Unit A Phenomenological Study. Journal of Nursing & Care, 0304. doi Sibbald, R., Downar, J., & Hawryluck, L. 2007. Perception of “futile care” Among Caregiver in Intensive Care Unit. Canadian Medical Association, 17710, 1–9. Smith, R. 2000. A good death. British Medical Jurnal, 320, 129. Stevens, E., Jackson, S., & Milligan, S. 2009. Paliative Nursing; Across the Spectrum of Care first.. Blackwell Publishing Ltd. Whiteley, S. M., Bodenham, A., & Bellamy, M. C. 2010. Intensive Care 3rd ed.. elsevier limited. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this this article, we report findings from a qualitative study that explored how the relatives of intensive care unit patients experienced the nurses' role and relationship with them in the end-of-life decision-making processes. In all, 27 relatives of 21 deceased patients were interviewed about their experiences in this challenging ethical issue. The findings reveal that despite bedside experiences of care, compassion and comfort, the nurses were perceived as vague and evasive in their communication, and the relatives missed a long-term perspective in the dialogue. Few experienced that nurses participated in meetings with doctors and relatives. The ethical consequences imply increased loneliness and uncertainty, and the experience that the relatives themselves have the responsibility of obtaining information and understanding their role in the decision-making process. The relatives therefore felt that the nurses could have been more involved in the objective of this paper is to analyze the literature concerning nurses' roles and strategies in EOL decision making in acute care environments, synthesize the findings, and identify implications for future research. We conducted searches in CINAHL and PubMed, using a broad range of terms. The 44 articles retained for review had quantitative and qualitative designs and represented ten countries. These articles were entered into a matrix to facilitate examining patterns, themes, and relationships across studies. Three nursing roles emerged from the synthesis of the literature information broker, supporter, and advocate, each with a set of strategies nurses use to enact the roles. Empirical evidence linking these nursing roles and strategies to patients and family members outcomes is lacking. Understanding how these strategies and activities are effective in helping patients and families make EOL decisions is an area for future research. Renea L BeckstrandKarin T KirchhoffCritical care nurses care for dying patients daily. The process of dying in an intensive care unit is complicated, and research on specific obstacles that impede delivery of end-of-life care and/or supportive behaviors that help in delivery of end-of-life care is limited. To measure critical care nurses' perceptions of the intensity and frequency of occurrence of 1 obstacles to providing end-of-life care and 2 supportive behaviors that help in providing end-of-life care in the intensive care unit. An experimental, posttest-only, control-group design was used. A national, geographically dispersed, random sample of members of the American Association of Critical-Care Nurses was surveyed. The response rate was 864 usable responses from 1409 eligible respondents. The highest scoring obstacles were frequent telephone calls from patients' family members for information, patients' families who did not understand the term lifesaving measures, and physicians disagreeing about the direction of a dying patient's care. The highest scoring supportive behaviors were allowing patients' family members adequate time alone with patients after death, providing peaceful and dignified bedside scenes after death, and teaching patients' families how to act around a dying patient. The biggest obstacles to appropriate end-of-life care in the intensive care unit are behaviors of patients' families that remove nurses from caring for patients, behaviors that prolong patients' suffering or cause patients pain, and physicians' disagreement about the plan of StevensS. JacksonS. MilliganPalliative Nursing is an evidence-based practical guide for nurses working in areas of practice where general palliative care is provided. This may be in hospitals, nursing homes, dementia units, the community and any other clinical areas which are not classified as specialist palliative care. This book first explores the history and ethos of palliative care, and then looks at palliative nursing across various care settings. It then looks at palliative nursing care for people with specific illnesses, including heart failure, dementia, chronic obstructive pulmonary disease, cancer, and neurological conditions. Palliative care for children and young people is discussed, and then the book finally looks at education and research in palliative nursing. Palliative Nursing will be essential reading for all nurses working with palliative care patients in a non specialist role, in hospitals, primary care and nursing homes, as well as nursing students. SPECIAL FEATURES. Explores the palliative nursing issues related to specific diseases groups. Written in the context of the new national tools, the end of life initiative, preferred place of care, Liverpool care pathway and Gold standards framework. Each chapter includes practice points and cases to allow the practitioner to undertake guided reflection to improve practice. Written by nurses for nurses. Provides guidance for nurses working in all four countries of the least 1 in 5 Americans die while using intensive care service-a number that is expected to increase as society ages. Many of these deaths involve withholding or withdrawing life-sustaining therapies. In these situations, the role of intensive care nurses shifts from providing aggressive care to end-of-life care. While hospice and palliative care nurses typically receive specialized support to cope with death and dying, intensive care nurses usually do not receive this support. Understanding the experiences of intensive care nurses in providing care at the end of life is an important first step to improving terminal care in the intensive care unit ICU. This phenomenological research study explores the experiences of intensive care nurses who provide terminal care in the ICU. The sample consisted of 18 registered nurses delivering terminal care in an ICU that participated in individual interviews and focus groups. Colaizzi's steps for data analysis were used to identify themes within the context of nursing. Three major themes consisted of 1 barriers to optimal care, 2 internal conflict, and 3 coping. Providing terminal care creates significant personal and professional struggles among ICU nurses. Amy O CalvinCheryl M LindyStefanie L ClingonNurses in the cardiovascular intensive care unit CVICU informally expressed moral angst when caring for patients who are approaching the end of life. The purpose of this study was to better understand CVICU nurses' perceptions about their roles and responsibilities in the decision-making process about change in intensity of care and end-of-life care for patients within the CVICU setting. Nineteen nurses from one CVICU consented to being interviewed individually regarding their experiences caring for patients approaching the end of life, and specifically regarding the initiation of a change in code status. Investigators used a qualitative descriptive approach to collect and analyse the data. Transcript data were analysed and as concepts emerged they were compared with those from earlier interviews to establish similarities and differences. Investigators reached consensus about the major themes. Analysis revealed four major themes a exhausting patient treatments; b promoting family presence; c acknowledging physician authority; and d walking a fine line. This research adds to the limited body of knowledge concerning CVICU nurses' experiences with end-of-life care. Results of this study provide a basis for putting in place support systems for CVICU T KirchhoffVicki J. SpuhlerL Walker Terry ClemmerWith much attention being focused on how patients die and whether or not they are provided appropriate care, the care of dying patients in intensive care units must be described and improved. To describe end-of-life care in intensive care units as perceived by critical care nurses who have taken care of dying patients. A semistructured interview guide was developed and revised after pretesting in a focus group of faculty clinicians with extensive, recent experience in intensive care. Four focus groups were held with randomly selected nurses from 4 intensive care units in 2 hospitals; participants had 2 years or more of experience and were working half-time or more. Tapes from each focus group were transcribed and reviewed by the investigators before the subsequent group met. Category labels were developed, and topics and themes were determined. "Good" end-of-life care in the intensive care unit was described as ensuring that the patient is as pain-free as possible and that the patient's comfort and dignity are maintained. Involvement of the patient's family is crucial. A clear, accurate prognosis and continuity of care also are important. Switching from curative care to comfort care is awkward. Disagreement among patients' family members or among caregivers, uncertainty about prognosis, and communication problems further complicate end-of-life care in intensive care units. Changes in the physical environment, education about end-of-life care, staff support, and better communication would improve care of dying patients and their T KirchhoffLee WalkerAnn Hutton Terry ClemmerLack of communication from healthcare providers contributes to the anxiety and distress reported by patients' families after a patient's death in the intensive care unit. To obtain a detailed picture of the experiences offamily members during the hospitalization and death of a loved one in the intensive care unit. A qualitative study with 4 focus groups was used. All eligible family members from 8 intensive care units were contacted by telephone; 8 members agreed to participate. The experiences of the family members resembled a vortex a downward spiral of prognoses, difficult decisions, feelings of inadequacy, and eventual loss despite the members' best efforts, and perhaps no good-byes. Communication, or its lack, was a consistent theme. The participants relied on nurses to keep informed about the patients' condition and reactions. Although some participants were satisfied with this information, they wishedfor more detailed explanations ofprocedures and consequences. Those family members who thought that the best possible outcome had been achieved had had a physician available to them, options for treatment presented and discussed, andfamily decisions honored. Uncertainty about the prognosis of the patient, decisions that families make before a terminal condition, what to expect during dying, and the extent of a patient s suffering pervade families' end-of-life experiences in the intensive care unit. Families' information about the patient is often lacking or inadequate. The best antidote for families' uncertainty is effective K HeylandGraeme RockerChristopher J O'CallaghanDeborah CookTo describe the perspectives of family members to the care provided to critically ill patients who died in the ICU. Multicenter, prospective, observational study. Six university-affiliated ICUs across Canada. Patients who received mechanical ventilation for > 48 h and who died in the ICU were eligible for this study. Three to four weeks after the patient's death, we mailed a validated questionnaire to one selected family member who made at least one visit to the patient in the ICU. We obtained self-rated levels of satisfaction with key aspects of end-of-life care, communication, and decision making, and the overall ICU experience. Main results Questionnaires were mailed to 413 family members; 256 completed surveys were returned response rate, In the final hours before the death of the patient, family members reported that patients were "totally comfortable" "very comfortable" or "mostly comfortable" Family members felt "very supported" and "supported" by the health-care team. Most believed that the patient's life was neither prolonged nor shortened unnecessarily. Most family members preferred some form of shared decision making. Overall, 52% of families rated their satisfaction with care as "excellent," 31% rated care as "very good," 10% as "good," 4% as "fair," and 2% as "poor." Overall satisfaction with end-of-life care was significantly associated with completeness of information received by the family member, respect and compassion shown to patient and family member, and satisfaction with amount or level of health care received. The majority of families of patients who died in participating ICUs were satisfied with the end-of-life care provided. Adequate communication, good decision making, and respect and compassion shown to both the dying patient and their family are key determinants to family satisfaction.
Pengertian ICU di rumah sakit – Dalam area rumah sakit ada suatu ruangan yang dinamakan ICU. Keberadaan ICU atau Unit Perawatan Intensif ini akan membantu menangani setiap orang yang memiliki penyakit cukup serius yang pada dasarnya memerlukan pemantauan medis secara hati-hati dan perawatan medis tingkat tertinggi. Ruangan ICU atau Unit Perawatan Intensif juga kerap disebut sebagai unit perawatan kritis. Biasanya, orang yang dirawat di ruangan Unit Perawatan Intensif akan berpindah ke ruang perawatan biasa ketika memang sudah berada di keadaan stabil. Mungkin selama ini Anda juga tahu keberadaan ruangan ICU di rumah sakit namun tak begitu tahu seluk beluk dari ruangan Unit Perawatan Intensif tersebut. Sebenarnya, banyak hal penting yang wajib kita ketahui terkait dengan ruangan Unit Perawatan Intensif rumah sakit. Nah, agar Anda juga makin paham lagi terkait dengan ruangan Unit Perawatan Intensif rumah sakit. Tentunya, adanya ulasan di dalam artikel ini yang berhubungan dengan ruangan ICU rumah sakit bisa membantu Anda untuk lebih paham lagi. Pengertian Ruang ICU di Rumah SakitPeralatan Medis Yang Ada Di Dalam Ruang ICU1. Monitor2. Ventilator3. Defibrillator4. Selang Makanan5. Infus6. KateterJenis Ruang ICU di Rumah Sakit1. Intensive Care Unit ICU2. High Care Unit HCU3. Intensive Coronary Care Unit ICCU4. Neonatal Intensive Care Unit NICU5. Pediatric Intensive Care Unit PICUKondisi Pasien Yang Perlu Penanganan di Ruang ICU1. Pasien Dengan Kebutuhan Pemantauan Dengan Ketat2. Pasien Yang Memiliki Masalah Pada Bagian Paru3. Pasien Dengan Kondisi Gangguan Jantung4. Pasien Dengan Kondisi Infeksi SeriusBuku Best Seller NovelArtikel Terkait Pengertian pixabay Hal pertama yang akan kita pelajari bersama adalah pengertian ICU di rumah sakit. ICU atau Intensive Care Unite adalah suatu ruangan yang ada di dalam area rumah sakit yang dilengkapi dengan staf dan perlengkapan khusus untuk membantu mengelola pasien dengan penyakit seperti trauma atau komplikasi yang bisa mengancam jiwa karena adanya kegagalan disfungsi satu organ atau lebih karena beberapa faktor. Mulai dari penyakit, bencana maupun komplikasi yang tentunya masih memiliki harapan untuk hidup. Dalam mengelola ICU diperlukan dokter khusus ICU yang memang sudah memiliki kemampuan untuk memahami teknologi kedokteran, fisiologi, farmakologi dan juga kedokteran konvensional yang juga akan berkolaborasi bersama para perawat terdidik serta terlatih untuk critical care. Dari hal tersebut menjadikan ICU sebagai unit ketergantungan tinggi atau high dependency. Dimana bisa melakukan proses observasi ketat dengan EKG monitor dan juga resusitasi dengan cepat namun ventilator hanya diberikan kurang dari 24 jam. Ada beberapa jenis ICU, namun pada dasarnya tujuan dari semua jenis ICU terbilang sama yaitu untuk mengelola pasien sakit serius yang memang sudah dalam kondisi terancam jiwanya. Ada beberapa indikasi seorang pasien masuk ke dalam ruangan ICU rumah sakit. Misalnya, seperti pasien yang memang dalam kondisi terancam jiwanya sewaktu-waktu karena adanya kegagalan atau disfungsi satu maupun multiple organ atau sistem serta masih ada kemungkinan untuk disembuhkan kembali dengan prosedur perawatan, pemantauan serta pengobatan intensif. Peralatan Medis Yang Ada Di Dalam Ruang ICU pixabay Beberapa orang menganggap ruangan ICU di rumah sakit memang menakutkan karena memang biasanya di dalam ruangan tersebut memiliki banyak peralatan medis yang berhubungan dengan pasien berkondisi penangan serius. Meski begitu, keberadaan berbagai macam peralatan medis yang dikombinasikan dengan kemampuan dokter dan perawat bisa mendukung proses penstabilan kondisi pasien. Sebagian orang yang tidak berada di bidang medis mungkin hanya tahu bagian luar dan fungsi utama dari ruang ICU rumah sakit tanpa tahu apa saja sih sebenarnya peralatan yang bisa membantu proses perawatan pasien di dalamnya. Nah, bagi Anda yang memang juga tidak tahu menahu tentang beberapa peralatan medis di ruang ICU rumah sakit tak perlu bingung lagi karena di dalam artikel ini sudah tersedia beberapa peralatan medis yang ada di dalam ruang ICU rumah sakit. 1. Monitor Keberadaan monitor di ruang ICU rumah sakit digunakan untuk memonitor kinerja organ tubuh pasien. Misalnya seperti detak jantung, kadar oksigen dalam darah serta tekanan darah. 2. Ventilator Berikutnya ada ventilator yang memang ada di dalam ruang ICU rumah sakit dan digunakan untuk membantu para pasien yang dirawat dalam bernapas. Alat ini akan dihubungkan dengan selang yang nantinya akan dimasukkan ke dalam bagian hidung, mulut maupun tenggorokan. 3. Defibrillator Defibrilator atau yang biasa dikenal sebagai alat kejut jantung digunakan sebagai alat memulihkan detak jantung normal jika memang secara tiba-tiba detak jantung passing dalam kondisi berhenti. Pada dasarnya cara kerja dari defibrilator adalah dengan cara mengirimkan kejut listrik ke jantung pasien agar bisa berfungsi kembali. 4. Selang Makanan Selang makanan akan digunakan untuk memasukkan nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh pasien selama dirinya dalam kondisi kritis serta tidak bisa melakukan kegiatan makan secara mandiri. Biasanya, selang makan akan dimasukkan melalui hidung yang diarahkan menuju ke lambung. 5. Infus Selanjutnya ada infus yang memiliki fungsi untuk memasukkan cairan, nutrisi dan juga obat melalui pembuluh darah vena. 6. Kateter Kebanyakan para pasien yang ada di dalam ruangan ICU rumah sakit tidak bisa melakukan proses buang air kecil secara mandiri. Pada sebagian pasien, jumlah cairan yang keluar dari dalam tubuh termasuk juga urine memang harus dihitung sebagai salah satu bagian penting dari pemantauan kondisi pasien. Dalam hal ini, dibutuhkan suatu alat bantu yang kerap disebut sebagai kateter. Kateter sendiri merupakan selang elastis yang bisa dimasukkan melalui lubang kencing untuk proses pembuangan urine dari dalam tubuh pasien. Nah, itulah beberapa peralatan medis yang ada di dalam ruang ICU yang memang bisa menjadi penunjang agar pasien masih tetap bertahan hidup dan segera pulih. Meskipun peralatan tersebut terlihat mengerikan dan berisiko, tetapi proses pemasangan alat tersebut akan dilakukan berdasarkan pertimbangan hingga akhirnya bisa memberikan manfaat bagi para pasien. Selain itu, nantinya para pasien akan selalu berada di dalam pengawasan selama 24 penuh selama berada di dalam ruang ICU. Pasien juga akan diberikan obat Pereda rasa sakit dan juga obat sedatif agar bisa tetap tertidur. Hal tersebut dilakukan agar pasien tidak terganggu oleh suara dan juga keberadaan alat medis di dalam ruang ICU rumah sakit. Jenis Ruang ICU di Rumah Sakit Keberadaan ruang ICU memang digunakan untuk proses perawatan khusus bagi para pasien dengan penyakit serius dan memang membutuhkan pemantauan ketat. Dimana ruangan ICU secara umum juga akan dilengkapi dengan berbagai macam peralatan seperti yang dijelaskan sebelumnya serta dukungan tenaga kesehatan secara khusus. Meski begitu, ruang ICU ada beberapa macam jenis. Dimana setiap jenis ICU memiliki fungsi yang berbeda-beda. Misalnya, ada ruangan intensif yang digunakan khusus untuk penyakit jantung, khusus untuk anak dan bahkan untuk bayi. Nah, untuk lebih jelasnya berikut adalah beberapa jenis ruang intensif yang digunakan untuk perawatan pasien khusus di rumah sakit. 1. Intensive Care Unit ICU ICU atau intensive care unit merupakan suatu ruangan khusus yang digunakan untuk perawatan pasien kritis secara intensif serta adanya pengawasan secara terus menerus. Ruang ICU rumah sakit akan menyediakan tindakan medis yang bersifat kritis yang juga memiliki sistem pendukung fungsi organ tubuh atau life support pada setiap pasien yang mengalami sakit akut atau terluka parah. Beberapa kondisi pasien yang akan mendapatkan penanganan di ruang ICU rumah sakit adalah seperti pasien dengan luka besar atau major trauma, lukan bakar parah, gagal napas, pasien usai transplantasi organ, operasi kardiotoraks, dan tulang punggung kompleks. Sedangkan pasien yang tidak dalam kondisi akut jika memang ingin dikirim ke ruang ICU tetap harus memerlukan persetujuan dari dokter yang bersangkutan. 2. High Care Unit HCU HCU atau high care unit merupakan suatu ruang yang berada di bawah ICU sebelum pasien akan dikembalikan ke ruang rawat inap. HCU dikhususkan bagi pasien yang sudah mulai menunjukkan kondisi yang lebih baik dan memang sudah tidak memerlukan penanganan lebih lanjut di ruang ICU, namun tetap diperlukan pengawasan ketat oleh tenaga medis. Di Indonesia, ada aturan terkait dengan pelayanan HCU yaitu di Keputusan Menteri Kesehatan nomor 834 tahun HCU diharapkan bisa memberikan peningkatan efektivitas serta efisiensi pelayanan pada ruang ICU bagi para pasien. Dijelaskan jika kondisi pasien HCU biasanya seperti dalam kondisi respirasi, hemodinamik, dan kesadaran yang stabil. 3. Intensive Coronary Care Unit ICCU ICCU sebenarnya sejajar dengan ruang ICU namun khususnya bagi pasien yang mengalami kondisi gangguan jantung. Beberapa kondisi yang biasa ditangani pada ruang ICCU adalah seperti jantung koroner, serangan jantung, gangguan irama jantung yang berat, dan gagal jantung. Keberadaan ICCU menjadi salah satu bagian dari pusat pelayanan jantung dan pembuluh darah di beberapa rumah sakit. Sebagai fasilitas yang memang diprioritaskan untuk penanganan pasien dengan kondisi komplikasi penyakit kardiovaskuler, maka para pasien ICCU biasanya akan dalam kondisi yang tak stabil serta membutuhkan penanganan dan juga perhatian ekstra dari tenaga medis. 4. Neonatal Intensive Care Unit NICU Lalu, ada NICU yang juga bisa memberikan pelayanan khusus untuk bayi yang baru saja lahir atau memang memiliki kesulitan. Para pasien NICU biasanya adalah bayi dalam kondisi premature berusia 23 atau 24 minggu hingga 40 minggu yang juga memiliki kondisi sistem pencernaan normal. Dalam beberapa kasus, bayi biasanya tidak akan diterima pada ruang NICU jika memang sakit setelah keluar dari fasilitas pelayanan kesehatan. Rumah sakit memiliki kekhawatiran jika bayi yang kondisinya tidak baik akan menginfeksi pasien lain yang ada. Dalam kondisi tersebut bayi yang membutuhkan penangan gawat darurat biasanya akan dikirimkan ke dalam ruangan Pediatric Intensive Care Unit PICU. 5. Pediatric Intensive Care Unit PICU Keberadaan dari PICU biasanya dikhususkan bagi bayi yang tidak diambil oleh NICU serta bagi anak dengan usia sekitar 18 tahun atau bisa juga tergantung dari kebijakan rumah sakit yang berlaku. Secara umum PICU adalah ruang pelayanan transisi dari usia anak menuju usia dewasa. Beberapa kasus batasan usia anak kabur pada pasien dengan kebutuhan khusus maupun memiliki penyakit kronis yang memang diperlukan penanganan pada bidang anak-anak meskipun memiliki usia 20 tahun. Sebagai contohnya adalah pasien dengan kondisi kelainan jantung bawaan namun baru bisa dilakukan proses operasi ketika berumur dewasa. Beberapa dokter tidak keberatan jika pasien tersebut akan dikirim ke ruang PICU setelah operasi berlangsung. Meski begitu, ada juga yang memilih memasukkan pasien tersebut ke ruang rawat intensif untuk usia dewasa. Kondisi Pasien Yang Perlu Penanganan di Ruang ICU Faktanya ternyata kebanyakan dokter begitu sulit untuk memberikan keputusan siapa yang harus dirawat di dalam ruang ICU. Meski begitu sebuah penelitian menjelaskan jika hampir 13 persen pasien yang riwa di rumah sakit memiliki kondisi pneumonia dan sebagian besar dari mereka dirawat di ICU. Akan tetapi sebenarnya banyak pasien yang masuk ke dalam ruang ICU memiliki risiko gawat darurat atau kematian tingkat rendah. Kebutuhan para pasien akan alat yang ada di dalam ICU juga tidak begitu mendesak. Selain itu ada sekitar 6 persen yang memiliki potensi sembuh lebih cepat dibandingkan dengan pasien yang melakukan perawatan di ruang rawat biasa. Oleh karena itu bisa disimpulkan jika terdapat beberapa pasien yang sebenarnya tidak seharusnya melakukan perawatan ICU namun tetap ditempatkan pada ruangan tersebut. Nah untuk lebih memahaminya, ada beberapa kriteria pasien yang seharusnya bisa mendapatkan pertolongan di ruang ICU adalah sebagai berikut ini. 1. Pasien Dengan Kebutuhan Pemantauan Dengan Ketat Pada dasarnya, ada beberapa pasien yang memang membutuhkan perawatan dan pemantauan dengan kondisi ketat dari para tenaga medis. Mulai dari pasien yang baru saja menjalankan operasi, kecelakaan atau mengalami cedera pada bagian kepala. Dimana mereka yang harus mendapatkan pantauan ketat bisa ditempatkan pada ruangan ICU. Hal ini dilakukan agar ketika terjadi suatu hal yang sangat kritis, ruangan ICU dengan dukungan alat dan tenaga medisnya bisa lebih siaga dan dapat bertindak dengan lebih cepat. Disisi lain, beberapa faktor seperti kondisi hemodinamik atau sistem aliran darah pasien, suhu ruangan, ventilasi serta nutrisi juga harus dipantau secara rutin di ICU. Hal tersebut dilakukan agar bisa meningkatkan peluang hidup dari pasien yang masih hidup. 2. Pasien Yang Memiliki Masalah Pada Bagian Paru Tak hanya pasien yang harus mendapatkan pantauan secara ketat saja. Pasalnya pasien dengan kondisi masalah paru juga kerap dirawat di dalam ruang ICU. Misalnya, kondisi paru mereka meradang karena adanya cedera atau infeksi sehingga bisa membuat mereka merasakan sulit untuk bernapas. Kondisi tersebut terkadang juga akan menjadikan pasien membutuhkan alat bantu seperti ventilator agar bisa bernapas dengan mudah. Oleh karena itu, peralatan dalam ruang ICU haruslah lengkap karena selalu ada pasien yang harus diberikan pertolongan secara cepat dan professional. 3. Pasien Dengan Kondisi Gangguan Jantung Tekanan darah yang tak stabil serta adanya serangan jantung merupakan kondisi yang kerap dijumpai pada pasien yang berada di dalam ruang ICU. Oleh karena itu, dibutuhkan observasi yang lebih lengkap untuk bisa mengetahui penyebab serta memberikan suatu perawatan yang tepat. Selain itu orang yang baru saja menjalani operasi jantung juga rentan terhadap adanya infeksi penyakit. Hal tersebut menjadikan mereka harus dipantau di dalam ruangan ICU. Masalah tersebut juga tergolong cukup serius terutama pada 24 hingga 48 jam awal yang dilalui oleh pasien. Oleh karena itu, ruangan ICU kerap digunakan untuk merawat pasien dengan masalah jantung. 4. Pasien Dengan Kondisi Infeksi Serius Terakhir adalah pada pasien dengan kondisi infeksi parah dan serius yang memang akan membutuhkan perawatan secara intensif dari dokter dan akan ditempatkan pada ruangan ICU. Misalnya adalah pasien yang menderita infeksi parah, sehingga menimbulkan sepsis sangat direkomendasikan untuk melakukan perawatan di ICU. Bagi mereka yang mengalami infeksi akan mendapatkan prioritas utama dari ICU agar bisa mendapatkan pengobatan dengan lebih cepat. Hal tersebut ditujukan untuk mencegah terjadinya infeksi lebih menjalar ke organ tubuh lain seperti organ sistem pernapasan atau sistem saraf pusat. Nah, itulah rangkuman ulasan yang berhubungan dengan ruang ICU rumah sakit. Mulai dari pengertian ICU di rumah sakit hingga kriteria pasien yang harus dilakukan perawatan di ruang ICU sudah tersedia di atas penjelasannya Semoga semua pembahasan di atas bisa bermanfaat sekaligus menambah wawasan kamu. Jika ingin mencari buku tentang kesehatan, maka kamu bisa mendapatkannya di Untuk mendukung Grameds dalam menambah wawasan, Gramedia selalu menyediakan buku-buku berkualitas dan original agar Grameds memiliki informasi LebihDenganMembaca. Penulis Hendrik Nuryanto ePerpus adalah layanan perpustakaan digital masa kini yang mengusung konsep B2B. Kami hadir untuk memudahkan dalam mengelola perpustakaan digital Anda. Klien B2B Perpustakaan digital kami meliputi sekolah, universitas, korporat, sampai tempat ibadah." Custom log Akses ke ribuan buku dari penerbit berkualitas Kemudahan dalam mengakses dan mengontrol perpustakaan Anda Tersedia dalam platform Android dan IOS Tersedia fitur admin dashboard untuk melihat laporan analisis Laporan statistik lengkap Aplikasi aman, praktis, dan efisien
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Ruang ICU Intensive Care Unit merupakan suatu ruangan yang mempunyai tim kesehatan khusus dan alat-alat khusus untuk merawat pasien dalam kondisi kritis, yang mempunyai resiko kematian atau kondisi yang memerlukan pemantauan secara ketat, sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan no 1778. Saat ini, pandangan masyarakat terutama keluarga tentang pasien yang di rawat di ICU adalah hal yang sangat menyeramkan. Kondisi pasien yang tidak stabil, terpasang berbagai macam alat, serta jauh dari keluarga membuat pihak keluarga cemas memikirkan tentang apa yg terjadi di dalam ruang ICU. Begitu juga Pasien di ICU, mereka mengalami stressor yang tinggi karena kondisi dirinya maupun lingkungan disekitarnya. Sehingga, peran perawat sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kesembuhan pasien. Berdasarkan hal tersebut unit perawatan intensif mempunyai banyak tantangan etik bagi para perawat, saat mereka menghadapi situasi medis yang kompleks, dan saat berinteraksi dengan pasien serta keluarga yang sedang mengalami masa-masa yang berat dan sulit. Dalam mewujudkan perawatan yang optimal dan menjaga martabat pasien di ICU, perawat harus menjunjung tinggi Prinsip-Prinsip Etika Keperawatan. Etika keperawatan merupakan aturan yang mendasari tindakan keperawatan, untuk menyelesaikan segala bentuk persoalan yang dilakukan oleh perawat dalam menghadapi para pasien yang tidak mempedulikan nilai moral pada pelaksanaan tugasnya. Oleh karena itu, Prinsip etika keperawatan mempunyai peranan penting dalam menentukan perilaku saat mengambil keputusan dan menentukan suatu tindakan yang dilarang, diperlukan atau diizinkan dalam suatu keadaan atau kondisi. Berdasarkan hal tersebut, prinsip etika keperawatan dapat meningkatkan profesionalisme perawat dalam melakukan asuhan keperawatan sehingga menimbulkan kepercayaan dan menghilangkan stigma negatif terhadap perawat di masyarakat. Ada 4 prinsip etika keperawatan yang menjadi unsur kepedulian terhadap pasien yaitu Respect to Other menghargai setiap orang, Compassion belas kasih, Advocacy melindungi, Intimacy kedekatan.Respect to Other, yaitu sikap menghargai dan menghormati orang lain, merupakan prinsip dasar caring dalam melakukan asuhan keperawatan. Dalam melakukannya, perawat harus melibatkan pasien dan keluarga dalam segala hal dan pada kondisi apapun. Pada penerapan di ruang ICU perawat tetap memperkenalkan diri kepada pada pasien, walaupun pasien dalam keadaan tidak sadar ataupun dalam pengaruh obat sedasi. Perawat tetap mengatakan apa tujuan tindakan yang akan mereka lakukan dan setelah selesai bertugas mereka tetap berpamitan kepada pasien. Sikap tersebut adalah contoh perilaku menghargai pasien. Pada setiap keputusan yang diambil oleh pasien dan keluarga, perawat harus tetap menghargai dan menghormatinya, karena setiap orang mempunyai kepercayaan dan budaya yang beraneka ragam. Salah satunya seperti keputusan tentang End of Life, sebagai perawat kita harus menghargai keputusan tersebut. Compassion atau belas kasih, yang dapat disebut juga dengan rasa sayang kepada pasien. Rasa sayang dapat tumbuh dengan cara melihat dari ekspresi wajah pasien, berdasarkan hal tersebut perawat dapat mempelajari perasaan yang sedang mereka alami, rasa sakit yang sedang dirasakan dan penderitaan yang sedang dideritanya. Dengan melihat ekspresi wajah mereka, perawat dapat melihat secara nyata apa yang dirasakannya, sehingga rasa empati dan rasa iba dapat timbul dalam diri seorang perawat. Pada contoh nyata di ruang ICU, terdapat pasien dengan terpasang alat bantu nafas, untuk mengukur skor rasa nyeri perawat menggunakan penilaian BPS Behavior Pain Scale, dengan BPS perawat dapat melihat dan menilai rasa nyeri atau ketidaknyaman yang dirasakan oleh pasien. Sehingga asuhan keperawatan dapat dilakukan secara tepat dan efektif. Advocacy atau melindungi, dapat diartikan juga membela atau menjaga. Prinsip ini bertujuan untuk melindungi dan menjaga semua hak pasien. Pada saat melakukan asuhan keperawatan perawat harus melindungi atau menjaga keselamatan pasien selama intervensi dilaksanakan. Dalam penerapan advocacy perawat dapat memastikan semua tindakan yang dilakukan aman dan tidak merugikan mereka, dengan melakukan asuhan keperawatan sesuai kompetensinya. Salah satu contohnya seperti perawat icu melakukan asuhan keperawatan pada pasien yang terpasang ventilator, mereka sudah mempunyai kompetensi keperawatan intensive care, sehingga asuhan keperawatan akan tercapai sesuai kebutuhan pasien. Dengan melindungi pasien, perawat juga telah menerapkan prinsip etika lain yaitu beneficence dan Non yaitu kedekatan, yang dapat bermakna sebagai interaksi antara perawat dan pasien yang sangat dekat dan terbuka. Hubungan perawat dan pasien dimulai dari awal pasien mendapatkan asuhan keperawatan, dan berakhir saat pasien meninggal. Hubungan tersebut dapat terlihat seperti teman ataupun keluarga, salah satunya di ruang ICU, hal ini sangat terlihat kedekatan perawat dan pasien, didukung fakta bahwa keluarga tidak bisa selalu berada di sisi pasien, sehingga sebagai gantinya perawat yang berperan sebagai orang terdekat bagi pasien. kedekatan tersebut dapat mempermudah perawat melakukan asuhan dan menerapkan prinsip etika keperawatan merupakan perwujudan perawat profesional. Oleh karena itu, penerapan prinsip etika keperawatan di ruang ICU sangatlah penting untuk memastikan pasien mendapatkan perawatan yang optimal dan sesuai dengan kebutuhan mereka. Dalam hal ini, perawat sudah memahami dan menerapkan 4 unsur prinsip etik dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien di ruang ICU, akan tetapi karena keterbatasan informasi sehingga terjadi kesalahpahaman di masyarakat. Oleh karena itu, untuk menerapkan prinsip etika keperawatan perlu dibantu dengan melakukan komunikasi yang efektif, sehingga secara sedikit demi sedikit stigma negatif terhadap perawat berangsur-angsur hilang dan digantikan dengan perawat profesional. DAFTAR PUSTAKA Amelia N. 2012. Prinsip Etika Keperawatan. Diva PressKementerian Kesehatan RI. 2010. Keputusan Kementerian Kesehatan no 1778. Jakarta Kementerian Kesehatan Yetti, D. 2017. Pedoman Perilaku Sebagai Penjabaran Kode Etik Keperawatan oleh DPP PPNI. Jakarta DEWAN PENGURUS PUSATPERSATUAN PERAWAT NASIONAL P., & Perry, A. 2013. Fundamental of Nursing 8th edition. St. Louis, Missouri ELSEVIER MOSBY. Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
kematian di ruang icu